Sabtu, 12 Juni 2004
Bagi tattois nasional, dunia rajah merajah bukannya budaya impor. “Ini budaya asli Indonesia. Suku bangsa di Kalimantan, Irian dan lainnya sudah melakoni dunia tato ini. Makanya perlu dilestarikan,” buka Atonk asal Java Tattoo Club. Ia ini brother lama Em-Plus dan dulu tergabung di Pure Black Tattoo Studio Jogja.
Di sisi lain, kemajuan tatois nasional memang pesat. “Secara teknik maupun sense of art, seniman kita nggak kalah. Makanya, kuring punya harapan besar event macam ini bakal berkelanjuyan,” jelas Yuseph ‘Ken-Ken’ Thia asal Kent-Kent Tattoo Bandung (6 Juni). Doi pemilik studio rajah beken di Bandung, sekaligus pemrakarsa festival ini.
“Paling nggak ada 32 studio tattoo dari seluruh Indonesia ikut serta di festival ini. Karya mereka bakal diapresiasi dan diberi penghargaan,” kata KentKent. Uniknya, juri yang digamit bukan dari kalangan expert tato atau seniman tulen. “Sengaja. Juri dipilih dari kalangan awam. Diharapkan mereka lebih jujur menilai keindahan dunia rajah ini,” jelas pria satu putri ini.
Melihat antusiasme peserta, seluruh studio tato berharap festival ini bakal berkelanjutan. “Tak lama lagi Jogja pun akan menggelar event serupa,” tambah Atonk. Oakley, sakses buat Brother semua
0 Response to "National Tattoo Art Festival 2004 MENERUSKAN BUDAYA ASLI INDONESIA"
Post a Comment