TREN TATTOO
Kata tattoo atau tato berasal dari bahasa Tahitian, “tatu” yang artinya untuk menandakan sesuatu. Macam-macam alasan orang mentato, dari kebudayaan sampai sesuatu yang dianggap modis dan trendi.
Dalam tradisi tertentu, tato menjadi penting. Di Kalimantan, misalnya, para wanita menato dirinya sebagai simbol yang menunjukkan keahlian khusus mereka. Suku Maori di New Zealand membuat tato berbentuk ukiran-ukiran spiral pada wajah dan bokong, sebagai tanda bagi keturunan yang baik. sEdangkan di kepulauan Solomon, tato ditorehkan di wajah perempuan sebagai ritus untuk menandai tahapan baru dalam kehidupan mereka. Lain lagi dengan wanita Indian yang melukis tubuh dan mengukir kulit untuk menambah kecantikan atau menunjukkan status sosial tertentu.
WANITA HAMIL TAK BOLEH DITATO
Perlu diketahui, bahwa tato atau proses pembuatan tato dapat berefek negatif. Dari infeksi virus / bakteri, reaksi alergi, timbul jaringan parut (keloid), hingga penyakit Hepatitis B dan C juga AIDS.
Jadi sekalipun peralatan kian modern, tetapi pembuatan tato tetap beresiko. Dua hal yang sering dikaitkan dengan tato adalah gejala alergi sebagai respons terhadap pigmen dan terbukanya saluran darah dari serangan patogen (bahan yang menimbulkan penyakit). Malah ada sejumlah laporan mengenai kasus-kasus hipersensitif terhadap bahan pigmen yang ditunjukkan lewat gejala alergi, meski insiden akibat alergi itu masih kecil.
Bukan cuma itu. Belum lama ini, Annals of Internal Medicine melaporkan pengalaman dokter Israel menemukan kasus kerusakan otot akibat tato. Tiga pria yang baru selesai ditato mendadak mengalami muscle wasting. Kasus “kehilangan otot” ini tentu saja tak bisa disembuhkan.
Lantas bagaimana dampaknya pada wanita hamil dan menyusui? Sekalipun sejauh ini belum ada laporan kasus pengaruh tinta tato terhadap janin atau bayi juga pada ibu menyusui. “Tetapi saat berbadan dua sebaiknya jangan ditato, karena saat penatoan umumnya menggunakan suntikan anestesi”, kata dr. Lilik Norawati, Sp. KK, dari RSPAD Gatot Subroto, Jakarta Pusat.
Hal senada diungkap oleh tatois kondang Yusepthis S. alias Kent-Kent dari Kent Tattoo Bandung, “Semua orang bisa ditato, tapi untuk ibu hamil, yang punya penyakit jantung, dan gula, tidak bisa ditato karena resikonya terlalu besar.” Pada wanita hamil, lanjut Kent-Kent, ditakutkan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan pada si ibu atau janinnya, semisal keguguran.
DAERAH YANG BERBAHAYA UNTUK DITATO
Menurut Kent-Kent, tidak ada bagian tubuh yang tak bisa ditato, tak terkecuali alat vital dan sensitif, seperti payudara, vagina dan penis. Walau begitu, tetap ada bagian-bagian tertentu yang memang riskan ditato jika si penato atau tatoisnya tak berpengalaman. Yaitu didaerah dekat mata, bokong atau atas pingggul dan pinggang. “Ini daerah yang sensitif ditato. Salah sedikit, saraf yang kena.”
Karenanya Kent-Kent menyarankan, jika ingin ditato, datanglah ke tatois professional yang mengerti anatomi tubuh dan kesehatan. “Tatois professional pasti memegang kode etik seorang tatois, seperti selalu menjaga kebersihan, selalu menggunakan jarum tato dan peralatan tato yang steril, selalu mencuci semua peralatan tato dan tangan setelah bekerja, selalu menggunakan sarung tangan steril saat bekerja, dan selalu memberi masukan serta saran kepada kliennya. Bahkan mengajak klien untuk pikir-pikir duku sebelum memutuskan ditato permanen.”
Asal tahu saja, di negri Paman Sam para pemilik salon yang membuka praktik tato harus mendapat sertifikat dari Alliance for Professional Tattooist (APT). organisasi profesional yang bersifat nonprofit dan bekerja sama dengan FDA juga dikembangkan. Organisasi ini berfungsi sebagai pengontrol aturan yang dibuat pemerintah. Sayang, pemerintah kita belum turun tangan, terlebih untuk sisi kesehatannya.
Lilik pun berpesan agar kita berhati-hati pada pembuatan tato di daerah bulu mata. “Karena besar resikonya untuk terjadi kecelakaan pada kornea mata dan penetrasi pigmen tato kedalam bola mata.” Begitu juga tato di bagian tubuh yang terpapar sinar matahari, berisiko terjadi reaksi fotosensitif pada orang yang alergi / peka.
MENGHAPUS TATO
Tato dapat dihilangkan dengan cara eksisi (bedah pisau), salabrasi (menggunakan garam), dermabrasi (pengikisan kulit), bedah baku dan laser. “Hasil yang baik diperoleh dari tindakan laser karena resiko untuk timbulnya jaringan parut pascatindakan tergolong minimal”, saran Lilik.
Cara lain menurut Kent-Kent, dengan menorehkan tato berwarna kulit diatas tato lama. “Cara ini tidak berbekas. Memang tatonya masih ada, malah jadi dua. Tetapi kan yang tampak persis seperti kulit asli kita.”
Yang penting diperhatikan, penghapusan tato sebaiknya tak dilakukan pada kondisi hamil, sehubungan dengan tindakan anestesi yang dilakukan.
Tetapi saya sih lebih memegang prinsip bahwa zat-zat asing, apalagi zat kimiawi organik ataupun nonorganik yang dimasukkan ke dalam tubuh adalah zat yang tidak dibutuhkan tubuh, sehingga pasti akan ditolak oleh tubuh”, begitu komentar Agus Nurhadi, DEA dari departemen Kimia FMIPA, Universitas Indonesia.
Reaksi penolakan tubuh bisa bermacam-macam, dari alergi hingga gambar tato pudar atau menyebar. Karena itu, menurutnya, lebih aman temporary tato ketimbang tato permanen. Apalagi jika tinta tato mengandung merkuri / Hg (sifatnya menghaluskan), arsen (bisa memberikan warna kuning dan oranye), CO ( memberikan warna hitam), dan plumbum / Pb (memberikan warna kemerahan). “Semuanya adalah zat kimia yang dilarang penggunaannya pada manusia,” tandas Agus.
0 Response to "Nakita - 13 Agustus - TREN TATTOO"
Post a Comment