Tattoo Bukan Sok Jagoan
Kent-kent, seorang seniman tato dari bandung, bilang “Kebanyakan pengguna tato adalah cewek,60 persen cewek dan 40 persen cowok”. Hah? Apa cewek-cewek itu preman atau sok jagoan? Tentu saja tidak. Tato atau rajah bukan lagi simbol kekerasan yang biasa dipakai oleh para preman apalagi ingin sok jagoan, tapi sebagai fashion atau seni.
Perkembangan tato di kalangan remaja sekarang ini cenderung meningkat. Eits! Jangan dikira remaja sembarang remaja. Karena ada aturan yang boleh di tato adalah remaja berusia 18 tahun keatas, di bawah itu tidak boleh. Jadi kalau kamu belum berusia 18 tahun, jangan coba-coba pakai tato ya ..
Kenapa? Pertimbangannya adalah remaja di bawah 18 tahun ke bawah masih belum mempunyai identitas resmi, masih dalam pengawasan orang tua, dan karena faktor medis. Faktor medis maksudnya remaja dikhawatirkan tertular penyakit kalau jarum yang digunakan untuk mentato tidak steril. Apalagi kalau mentato sembarangan bukan dengan seniman profesional.
Lain lagi bagi sebagian masyarakat Dayak, seperti suku Dayak Kenyah,Dayak Kayan dan Dayak Iban.Tato bukan sebagai seni atau fashion. Tato adalah simbol tradisi, identitas suku, mempunyai nilai religi, status sosial dan bentuk penghargaan suku terhadap anggotanya. Maka dari itu, tidak sembarang orang bisa mendapatkan tato. Ada tato khusus untuk para bangsawan, para pengembara dan gadis yang sudah mengalami haid pertamanya.
Tato tradisional dari Dyak hanya menggunakan warna hitamn tidak seperti tato fashion yang dipakai remaja,berwarna-warni. Warna hitam itu didapat dari jelaga periuk yang berwarna hitamn sedangkan warna-warni di tato fashion menggunakan cat. Tuh kan, tato bukan buat sok jagoan atau pamer-pamer kekuatan.
0 Response to "Tatto bukan sok Jagoan"
Post a Comment